Kamis, 02 Agustus 2018

Cerita Fantasi


TEMPAT PENSIL NATASHA
Bunda NaRa

Pagi itu rumah kecil di sudut gang dekat Musholah Ilham sudah tampak ramai. Padahal hanya ada tiga manusia yang mendiami rumah itu.
“ Natasha, jangan lupa pulang sekolah mampir ke rumah Bude Ida, ambil cucian yah.” Kata ibu pada Natasha yang masih sibuk memeriksa kelengkapan buku di tasnya.
“Baik Bu. Jawab Natasha lembut.
“Jangan lupa juga bekal dibawa, kalian tak punya uang lebih untuk jajan.” Kata ibu lagi mengingatkan kedua anaknya.
“Yah, ibu nasi dengan tempe saja dibilang bekal.” Sahut Anissa, adik Natasha.” Teman-temanku bawa bekal itu nasi goreng dengan telur dadar, nasi dengan nugget ayam, atau ayam goreng, nah itu baru dibilang bekal.”  kata Tania sambil bersunggut memasukkan bekal makan siangnya ke dalam tas.
Ibu memandang putri kecilnya dengan sedih. Kasihan kedua anakku harus rela hidup susah. Apalah dayaku Ya Allah, aku hanya buruh cuci yang tak bisa memenuhi semua kebutuhan buah hati hamba. Raut muka sedih ibu tergambar jelas oleh Natasha.
“Dek, kita harus bersyukur masih bisa makan walaupun hanya dengan nasi dan tempe, lihat orang-orang yang hidup di kolong jembatan, selain tak punya makan mereka pun tak punya tempat tinggal.” Kata Natasha menyabarkan adiknya.
“Iya Kak, aku tahu kok, maksudnya sekali-kali bawakan dong bekal yang enak gitu, Bu kalau ibu gajian bawakan aku telur dadar dan nasi goreng yah.” Kata Anissa sambil memeluk ibu meminta maaf atas perkataannya yang membuat sedih.
Natasha senang adiknya mengerti kesusahan ibu. Anissa memang baru kelas tiga SD. Sejak lahir Tania tak pernah merasakan makan yang enak. Tidak seperti Natasha, dulu sewaktu ayah masih ada, Natasha bisa makan enak, dibelikan mainan yang banyak, diajak pergi ke tempat-tempat wisata. Ayah meninggalkan mereka ketika Anissa masih di kandungan ibu. Semenjak itu, ibu membanting tulang menghidupi Natasha dan adiknya. Ayah karyawan swasta yang tak punya uang pensiun. Sejak sakit sampai meninggal dunia uang gaji ayah habis untuk berobat. Jadi ibu tak punya tabungan. Untungnya ibu masih bisa bekerja menjadi buruh cuci di tetangga sekitar rumah dan kompleks di dekat tempat tinggal mereka. Kadang Natasha membantu ibu mengantarkan dan mengambil cucian. Akan tetapi, sejak banyaknya usaha laundry di sekitar tempat tinggal mereka, banyak langganan cuci ibu yang berpindah. Katanya selain lebih praktis juga murah. Untungnya masih ada yang memakai jasa ibu, mereka ini mungkin ingin membantu langsung. tapi ibu tak mau dikasihani. Jadilah mereka tetap memakai jasa ibu selain berinfak untuk anak yatim.
“Ayo, Dek kita berangkat.” Ajak Natasha kemudian pamit dan menciun tangan ibu.
“Hati-hati yah Nak, kerjakan tugas dan jangan main di kelas.” Pesan ibu untuk ekdua buah hatinya.
“Iya, Bu.” Jawan Natasha dan Anissa serempak.
Keduanya berjalan keluar rumah menuju ujung gang. Kemudian  naik angkutan umum menuju sekolah. Sekolah Anisa dan Natasha bersebelahan. Tania bersekolah di SD negeri dan Natasha di SMP negeri. Walaupun pulang sekolah lebih dahulu Anissa, namun Anissa selalu menunggu kakaknya di sekolah sambil mengerjakan tugas yang diberikan guru sehingga Anissa selalu peringkat satu di kelasnya.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi, Natasha masih berada di sekolah untuk membersihkan kelas. Hari itu giliran Natasha piket kelas. Sebenarnya ada beberapa temannya, tetapi mereka kabur setelah bel berbunyi. Jadilah Natasha membersihkan kelas sendiri. Bagi Natasha hal ini bukanlah hal yang menyusahkan, karena Natasha biasa membersihkan rumah sendiri. Sambil berdendang Natasha sibuk menyapu dan mengambil sampah yang diletakkan teman-temannya di laci meja.
“Andai teman-teman tahu kalau sampah ini bisa membuat bau tak sedap dan mengundang teman, mungkin mereka tak akan membuang sampah di sini.” Natasha menyangka teman-temannya tak tahu bahaya sampah makanan yang membusuk.
“Eh, tempat pensil siapa ini?” tanya Natasha ketika tangganya menyentuh sebuah benda di kolong meja yang letaknya di belakang. Benda itu sebuah tempat pensil berwarna pink. Tempat pensil itu masih baru dan ada boneka kecil menempel di depan tempat pensil. Boneka itu lucu sekali berbentuk seperti anak kecil menggenakan baju seperti orang India. Rambut boneka itu berwarna coklat dan ada tanda merah di dahi boneka. Natasha mengamati tempat pensil itu cukup lama. “Aku simpan saja boneka ini nanti aku berikan pada Anissa adikku, ia pasti senang aku berikan boneka ini.” Kata Natasha dalam hati. “Tapi bagaimana kalau ternyata, tempat pensil itu kepunyaan temanku.” Berarti aku sudah mencurinya.” Natasha meletakkan tempat pensil itu di atas meja. “Kalau aku tidak ambil nanti hilang dan sudah pasti aku yang dituduh mencuri, karena teman-teman tahu kalau aku yang membersihkan kelas hari ini.” Natasha termenung sendiri, akhirnya tempat pensil itu disimpan Natasha dan akan diberikan besok pada temannya yang ketinggalan tempat pensil.
“Dek, kamu mau makan apa seandainya kita punya uang?” tanya Natasha ketika mereka berjalan pulang sekolah.
“Aku mau makan ayam goreng kak, terus sayurnya aku ingin sop telur puyuh dan bakso, makanan itu sudah lama tidak aku makan, pasti enak sekali yah Kak?” kata Anissa sambil mengecap bibirnya tanda makanan itu enak,
Natasha tertawa kecil melihat kelakuan adiknya. Natasha sayang adiknya, tetapi apalah daya keuangan mereka tak memungkinkan untuk membeli makanan tersebut.
“Kalau Kakak ingin apa?” tanya Anissa dengan gaya cerianya.
“Hemmm, ingin apa yah, oh iya karena hari ini panas kakak ingin jus mangga.” Jawab Natasha sambil tersenyum.
“Wah cocok tuh Kak, jus mangga yang kuning menggoda. Jadi lapar nih.”
Perjalanan pulang sekolah yang sungguh indah buat Natasha dan Anissa. Khayalan tentang makanan yang jarang mereka makan saja sudah membuat mereka ceria.
“Ibu belum pulang Kak.” Kata Anissa ketika dilihatnya rumah masih dalam keadaan terkunci. Ibu biasanya meletakkan kunci di bawah pot bunga depan teras.
“Kita ganti baju terus makan yah Dek, lihat ibu sudah masak buat kita.” Natasha menunjuk tudung saji yang terletak di meja makan.
“Wah, Kak banyak sekali lauk yang dimasak ibu buat kita!” Anissa berteriak melihat hidangan yag tersedia. Hari ini ibu memasak ayam goreng, ada sop telur puyuh yang tadi diinginkan Anissa, juga jus mangga kesukaan Natasha. Benar-benar luar biasa hidangan makan siang mereka. Tanpa diperintah Anissa makan dengan lahapnya. Natasha hanya tersenyum melihat adiknya sudah menghabiskan hampir satu mangkuk sop telur puyuh.
“Pelan-pelan makannya, Dek.” Natasha menasihati adiknya yang hampir tersedak.
“Habis enak sekali Kak.” Jawab Anissa sambil mengelap ujung mulutnya dengan tangan. Satu potong ayam goreng dan segelas jus mangga sudah habis disantap Anissa. Natasha memandang adiknya dengan pikiran penuh, darimana ibu mendapatkan uang banyak hingga mampu memasak hidangan yang hanya sebulan bahkan setahun sekali bisa mereka nikmati. Belum habis lamunan Natasha, pintu rumah diketuk, Natasha tahu ibunya sudah pulang. Tak lama terdengar salam dan geredel pintu dibuka.
“Terimakasih yah Bu, untuk hidangan yang lezat hari ini.” Tiba-tiba Anissa sudah datang dan memeluk ibu.
“Hidangan apa?” tanya ibu sambil memandang wajah Natasha.
“Ayam goreng, sop telur puyuh, jus mangga, kok ibu tahu sih yang kami pikirkan sepulang sekolah?” Anissa masih memeluk ibu.
“Siapa yang memberikan makanan itu?” tanya ibu yang membuat Natasha dan Anissa melonggo terkejut. Mereka berdua saling memandang, melihat ke meja makan dan melihat ke ibu dengan sorot mata bingung.
“Bukannya ibu sudah gajian, Bu?” tanya Natasha.
“Hari ini malahan ibu tidak dapat apa-apa Sha, niat mau menjual kain batik buat beli lauk.” Kata ibu menegaskan.
Duhhh, darimana yah hidangan yang sudah habis disantap Anissa. Natasha bingung sekali.
“Mungkin, Haji Ines, Bu, kan dia selalu mengantar makan an buat kita.” Natasha asal menjawab karena Natasha tahu rumah mereka dalam keadaan terkunci tak mungkin tetangga yang baik hati membuka paksa pintu rumah mereka.
“Bisa jadi, selalu seperti itu haji Ines, membantu kita dengan makanan. Yuk siapa yang belum makan, ayo makan dengan ibu.”  Anissa tersenyum karena sudah mendapat jawaban atas makanan yang dimakannya. Sementara Natasha makan dengan diam-diam.pikirannya berkecamuk tak karuan. Siapa yang telah menghidangkan ebgitu banyak makanan untuk mereka.
“Kak, ayam gorengnya simpan yah buat makan nanti malam.” Kata Anissa.
“Iya, Dek kakak simpan buat kamudan ibu.” Ayaam goreng tinggal dua potong, tapi sop telur puyuh masih banyak dan siap dipanaskan nanti malam sebelum makan.
Natasha memandang tempat pensil yang ditemukan. Alangkah terkejutnya Natasha ketika dilihatnya boneka  berbaju india yang menempel di tempat pensil sudah tidak ada di tempatnya. Natasha mencari-cari di dalam tasnya, mungkin terjatuh. Belum puas, Natasha mengeluarkan semua isi tas, tetapi bonek itu tidak ada.
“Aduh.. bagaimana ini, bagaimana mau mengembalikan kalau sudah tidak ada bonekanya.” Keluh Natasha. Ketika Natasha sedang sibuk mencari terdengar suara yang samar-sama memanggil namanya.
“Kakak... kakak Natasha...”suara itu terdengar samar-samar.
“Siapa yang memanggilku yah?” Natasha mencari sekeliling kamar suara yang memanggilnya.
“Kak, aku di sini di depanmu di atas meja belajar.” Suara samar itu kembali memanggil. Alangkah terkejutnya Natasha melihat boneka berbaju india itu berdiri di atas meja belajarnya dan dapat berbicara.
“Ka... ka... kamu siapa?” Natasha menyapa dengan terkejutnya. Tubuhnya bangun dan mundur menyandar di tembok. Wajah Natasha pucat dan matanya nanar hendak keluar dari kamar.
“Jangan takut kak.” Boneka itu duduk di ujung meja dan tersenyum. “Aku Puteri Zoya dari kerajaan Mahbib.” Aku dikutuk jadi bonek di tempat pensil. Selama ini tempat pensilku selalu digunakan oleh anak-anak malas, yang kerjanya hanya bermain game dan tidur saja.” Boneka kecil itu menceritakan dirinya. Natasha berlahan menghampiri.
“Kamu bisa berbicara dan berjalan?” tanya Natasha.
“Oohhhh ohhhh aku sudah bebas Kak, berkat kakak yang mengambilku dan mengajukan permintaan.” Jawab puteri Zoya.
“Permintaan apa?” tanya Natasha.kata puteri Zoya permintaan anak-anak yang ingin sesuatu adalah penawar kutukan Zoya. Karena Zoya sebelum dikutuk selalu memaki para pelayan istana yang membawa makanan padanya. Ada saja kata-kata Zoya yang membuat para pelayan bersedih dan sakit hati.para pelayan itu mencari tukang sihir dan meminta agar mengutuk Zoya. Jadilah Zoya boneka penghias tempat pensil.
“Terima kasih yah Zoya, atas hidangan yang kamu berikan.” Natasha sudah berani mendekatkan wajahnya pada Zoya.
“Sama-sama kakak, aku terbebas dari kutukan karena kalian bersyukur atas hidangan yang kalian makan.” Zoya menjelaskan kutukan dapat lepas dari tubuhnya.
Ibu selalu mengajarkan Natasha dan Anissa agar bersyukur terhadap apapunyang diberikan Tuhan. Zoya yang sudah terbebas dari kutukan mohon pamit, dan sebelumnya Zoya memberikan tempat pensil pada Natasha. Ternyata itu tempat pensil ajaib, jika menggunakannya dengan benar tempat pensil itu akan memberikan apa yang diminta. Natasha adalah anak yang tidak serakah. Ia hanya minta mesin cuci untuk ibu memulai usaha laundry dan tempat usaha laundry ibu. Zoya mengabulkan permintaan Natasha. Rumah di tepi jalan raya dekat dengan sekolah Natasha dan Anissa jadi milik mereka. Entah bagimana cara Zoya membelinya. Yang Natasha tahu ibu dapat bekerja di rumah dan mereka tak lagi kelaparan. Setelah itu tempat pensil Zoya hilang entah kemana. Natasha tak mempersoalkan, dia dan adiknya menganggap semua adalah bantuan dari Tuhan untuk keluarganya, dan mereka bersyukur atas semua yang diberikan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Literasi Bulan Oktober

Literasi Dugas kali ini paparan Literasi di lapangan. Paparan Literasi diwakili empat orang siswa dari kelas 7 C dan 7 D, kelas 8 C, dan kel...