TEMPAT PENSIL NATASHA
Bunda
NaRa
Pagi
itu rumah kecil di sudut gang dekat Musholah Ilham sudah tampak ramai. Padahal
hanya ada tiga manusia yang mendiami rumah itu.
“
Natasha, jangan lupa pulang sekolah mampir ke rumah Bude Ida, ambil cucian
yah.” Kata ibu pada Natasha yang masih sibuk memeriksa kelengkapan buku di
tasnya.
“Baik
Bu. Jawab Natasha lembut.
“Jangan
lupa juga bekal dibawa, kalian tak punya uang lebih untuk jajan.” Kata ibu lagi
mengingatkan kedua anaknya.
“Yah,
ibu nasi dengan tempe saja dibilang bekal.” Sahut Anissa, adik Natasha.”
Teman-temanku bawa bekal itu nasi goreng dengan telur dadar, nasi dengan nugget
ayam, atau ayam goreng, nah itu baru dibilang bekal.” kata Tania sambil bersunggut memasukkan bekal
makan siangnya ke dalam tas.
Ibu
memandang putri kecilnya dengan sedih. Kasihan kedua anakku harus rela hidup
susah. Apalah dayaku Ya Allah, aku hanya buruh cuci yang tak bisa memenuhi
semua kebutuhan buah hati hamba. Raut muka sedih ibu tergambar jelas oleh
Natasha.
“Dek,
kita harus bersyukur masih bisa makan walaupun hanya dengan nasi dan tempe,
lihat orang-orang yang hidup di kolong jembatan, selain tak punya makan mereka
pun tak punya tempat tinggal.” Kata Natasha menyabarkan adiknya.
“Iya
Kak, aku tahu kok, maksudnya sekali-kali bawakan dong bekal yang enak gitu, Bu
kalau ibu gajian bawakan aku telur dadar dan nasi goreng yah.” Kata Anissa
sambil memeluk ibu meminta maaf atas perkataannya yang membuat sedih.
Natasha
senang adiknya mengerti kesusahan ibu. Anissa memang baru kelas tiga SD. Sejak
lahir Tania tak pernah merasakan makan yang enak. Tidak seperti Natasha, dulu
sewaktu ayah masih ada, Natasha bisa makan enak, dibelikan mainan yang banyak,
diajak pergi ke tempat-tempat wisata. Ayah meninggalkan mereka ketika Anissa masih
di kandungan ibu. Semenjak itu, ibu membanting tulang menghidupi Natasha dan
adiknya. Ayah karyawan swasta yang tak punya uang pensiun. Sejak sakit sampai
meninggal dunia uang gaji ayah habis untuk berobat. Jadi ibu tak punya
tabungan. Untungnya ibu masih bisa bekerja menjadi buruh cuci di tetangga
sekitar rumah dan kompleks di dekat tempat tinggal mereka. Kadang Natasha
membantu ibu mengantarkan dan mengambil cucian. Akan tetapi, sejak banyaknya
usaha laundry di sekitar tempat tinggal mereka, banyak langganan cuci ibu yang
berpindah. Katanya selain lebih praktis juga murah. Untungnya masih ada yang
memakai jasa ibu, mereka ini mungkin ingin membantu langsung. tapi ibu tak mau
dikasihani. Jadilah mereka tetap memakai jasa ibu selain berinfak untuk anak
yatim.
“Ayo,
Dek kita berangkat.” Ajak Natasha kemudian pamit dan menciun tangan ibu.
“Hati-hati
yah Nak, kerjakan tugas dan jangan main di kelas.” Pesan ibu untuk ekdua buah
hatinya.
“Iya,
Bu.” Jawan Natasha dan Anissa serempak.
Keduanya
berjalan keluar rumah menuju ujung gang. Kemudian naik angkutan umum menuju sekolah. Sekolah Anisa
dan Natasha bersebelahan. Tania bersekolah di SD negeri dan Natasha di SMP
negeri. Walaupun pulang sekolah lebih dahulu Anissa, namun Anissa selalu
menunggu kakaknya di sekolah sambil mengerjakan tugas yang diberikan guru
sehingga Anissa selalu peringkat satu di kelasnya.
Bel
pulang sekolah sudah berbunyi, Natasha masih berada di sekolah untuk
membersihkan kelas. Hari itu giliran Natasha piket kelas. Sebenarnya ada
beberapa temannya, tetapi mereka kabur setelah bel berbunyi. Jadilah Natasha
membersihkan kelas sendiri. Bagi Natasha hal ini bukanlah hal yang menyusahkan,
karena Natasha biasa membersihkan rumah sendiri. Sambil berdendang Natasha
sibuk menyapu dan mengambil sampah yang diletakkan teman-temannya di laci meja.
“Andai
teman-teman tahu kalau sampah ini bisa membuat bau tak sedap dan mengundang
teman, mungkin mereka tak akan membuang sampah di sini.” Natasha menyangka
teman-temannya tak tahu bahaya sampah makanan yang membusuk.
“Eh,
tempat pensil siapa ini?” tanya Natasha ketika tangganya menyentuh sebuah benda
di kolong meja yang letaknya di belakang. Benda itu sebuah tempat pensil
berwarna pink. Tempat pensil itu masih baru dan ada boneka kecil menempel di
depan tempat pensil. Boneka itu lucu sekali berbentuk seperti anak kecil
menggenakan baju seperti orang India. Rambut boneka itu berwarna coklat dan ada
tanda merah di dahi boneka. Natasha mengamati tempat pensil itu cukup lama.
“Aku simpan saja boneka ini nanti aku berikan pada Anissa adikku, ia pasti
senang aku berikan boneka ini.” Kata Natasha dalam hati. “Tapi bagaimana kalau
ternyata, tempat pensil itu kepunyaan temanku.” Berarti aku sudah mencurinya.”
Natasha meletakkan tempat pensil itu di atas meja. “Kalau aku tidak ambil nanti
hilang dan sudah pasti aku yang dituduh mencuri, karena teman-teman tahu kalau
aku yang membersihkan kelas hari ini.” Natasha termenung sendiri, akhirnya
tempat pensil itu disimpan Natasha dan akan diberikan besok pada temannya yang
ketinggalan tempat pensil.
“Dek,
kamu mau makan apa seandainya kita punya uang?” tanya Natasha ketika mereka
berjalan pulang sekolah.
“Aku
mau makan ayam goreng kak, terus sayurnya aku ingin sop telur puyuh dan bakso,
makanan itu sudah lama tidak aku makan, pasti enak sekali yah Kak?” kata Anissa
sambil mengecap bibirnya tanda makanan itu enak,
Natasha
tertawa kecil melihat kelakuan adiknya. Natasha sayang adiknya, tetapi apalah
daya keuangan mereka tak memungkinkan untuk membeli makanan tersebut.
“Kalau
Kakak ingin apa?” tanya Anissa dengan gaya cerianya.
“Hemmm,
ingin apa yah, oh iya karena hari ini panas kakak ingin jus mangga.” Jawab
Natasha sambil tersenyum.
“Wah
cocok tuh Kak, jus mangga yang kuning menggoda. Jadi lapar nih.”
Perjalanan
pulang sekolah yang sungguh indah buat Natasha dan Anissa. Khayalan tentang
makanan yang jarang mereka makan saja sudah membuat mereka ceria.
“Ibu
belum pulang Kak.” Kata Anissa ketika dilihatnya rumah masih dalam keadaan
terkunci. Ibu biasanya meletakkan kunci di bawah pot bunga depan teras.
“Kita
ganti baju terus makan yah Dek, lihat ibu sudah masak buat kita.” Natasha
menunjuk tudung saji yang terletak di meja makan.
“Wah,
Kak banyak sekali lauk yang dimasak ibu buat kita!” Anissa berteriak melihat
hidangan yag tersedia. Hari ini ibu memasak ayam goreng, ada sop telur puyuh
yang tadi diinginkan Anissa, juga jus mangga kesukaan Natasha. Benar-benar luar
biasa hidangan makan siang mereka. Tanpa diperintah Anissa makan dengan
lahapnya. Natasha hanya tersenyum melihat adiknya sudah menghabiskan hampir
satu mangkuk sop telur puyuh.
“Pelan-pelan
makannya, Dek.” Natasha menasihati adiknya yang hampir tersedak.
“Habis
enak sekali Kak.” Jawab Anissa sambil mengelap ujung mulutnya dengan tangan.
Satu potong ayam goreng dan segelas jus mangga sudah habis disantap Anissa.
Natasha memandang adiknya dengan pikiran penuh, darimana ibu mendapatkan uang
banyak hingga mampu memasak hidangan yang hanya sebulan bahkan setahun sekali
bisa mereka nikmati. Belum habis lamunan Natasha, pintu rumah diketuk, Natasha
tahu ibunya sudah pulang. Tak lama terdengar salam dan geredel pintu dibuka.
“Terimakasih
yah Bu, untuk hidangan yang lezat hari ini.” Tiba-tiba Anissa sudah datang dan
memeluk ibu.
“Hidangan
apa?” tanya ibu sambil memandang wajah Natasha.
“Ayam
goreng, sop telur puyuh, jus mangga, kok ibu tahu sih yang kami pikirkan
sepulang sekolah?” Anissa masih memeluk ibu.
“Siapa
yang memberikan makanan itu?” tanya ibu yang membuat Natasha dan Anissa
melonggo terkejut. Mereka berdua saling memandang, melihat ke meja makan dan
melihat ke ibu dengan sorot mata bingung.
“Bukannya
ibu sudah gajian, Bu?” tanya Natasha.
“Hari
ini malahan ibu tidak dapat apa-apa Sha, niat mau menjual kain batik buat beli
lauk.” Kata ibu menegaskan.
Duhhh,
darimana yah hidangan yang sudah habis disantap Anissa. Natasha bingung sekali.
“Mungkin,
Haji Ines, Bu, kan dia selalu mengantar makan an buat kita.” Natasha asal
menjawab karena Natasha tahu rumah mereka dalam keadaan terkunci tak mungkin
tetangga yang baik hati membuka paksa pintu rumah mereka.
“Bisa
jadi, selalu seperti itu haji Ines, membantu kita dengan makanan. Yuk siapa
yang belum makan, ayo makan dengan ibu.”
Anissa tersenyum karena sudah mendapat jawaban atas makanan yang
dimakannya. Sementara Natasha makan dengan diam-diam.pikirannya berkecamuk tak
karuan. Siapa yang telah menghidangkan ebgitu banyak makanan untuk mereka.
“Kak,
ayam gorengnya simpan yah buat makan nanti malam.” Kata Anissa.
“Iya,
Dek kakak simpan buat kamudan ibu.” Ayaam goreng tinggal dua potong, tapi sop
telur puyuh masih banyak dan siap dipanaskan nanti malam sebelum makan.
Natasha
memandang tempat pensil yang ditemukan. Alangkah terkejutnya Natasha ketika
dilihatnya boneka berbaju india yang
menempel di tempat pensil sudah tidak ada di tempatnya. Natasha mencari-cari di
dalam tasnya, mungkin terjatuh. Belum puas, Natasha mengeluarkan semua isi tas,
tetapi bonek itu tidak ada.
“Aduh..
bagaimana ini, bagaimana mau mengembalikan kalau sudah tidak ada bonekanya.”
Keluh Natasha. Ketika Natasha sedang sibuk mencari terdengar suara yang
samar-sama memanggil namanya.
“Kakak...
kakak Natasha...”suara itu terdengar samar-samar.
“Siapa
yang memanggilku yah?” Natasha mencari sekeliling kamar suara yang
memanggilnya.
“Kak,
aku di sini di depanmu di atas meja belajar.” Suara samar itu kembali
memanggil. Alangkah terkejutnya Natasha melihat boneka berbaju india itu
berdiri di atas meja belajarnya dan dapat berbicara.
“Ka...
ka... kamu siapa?” Natasha menyapa dengan terkejutnya. Tubuhnya bangun dan
mundur menyandar di tembok. Wajah Natasha pucat dan matanya nanar hendak keluar
dari kamar.
“Jangan
takut kak.” Boneka itu duduk di ujung meja dan tersenyum. “Aku Puteri Zoya dari
kerajaan Mahbib.” Aku dikutuk jadi bonek di tempat pensil. Selama ini tempat
pensilku selalu digunakan oleh anak-anak malas, yang kerjanya hanya bermain
game dan tidur saja.” Boneka kecil itu menceritakan dirinya. Natasha berlahan
menghampiri.
“Kamu
bisa berbicara dan berjalan?” tanya Natasha.
“Oohhhh
ohhhh aku sudah bebas Kak, berkat kakak yang mengambilku dan mengajukan
permintaan.” Jawab puteri Zoya.
“Permintaan
apa?” tanya Natasha.kata puteri Zoya permintaan anak-anak yang ingin sesuatu
adalah penawar kutukan Zoya. Karena Zoya sebelum dikutuk selalu memaki para
pelayan istana yang membawa makanan padanya. Ada saja kata-kata Zoya yang
membuat para pelayan bersedih dan sakit hati.para pelayan itu mencari tukang
sihir dan meminta agar mengutuk Zoya. Jadilah Zoya boneka penghias tempat
pensil.
“Terima
kasih yah Zoya, atas hidangan yang kamu berikan.” Natasha sudah berani
mendekatkan wajahnya pada Zoya.
“Sama-sama
kakak, aku terbebas dari kutukan karena kalian bersyukur atas hidangan yang
kalian makan.” Zoya menjelaskan kutukan dapat lepas dari tubuhnya.
Ibu
selalu mengajarkan Natasha dan Anissa agar bersyukur terhadap apapunyang
diberikan Tuhan. Zoya yang sudah terbebas dari kutukan mohon pamit, dan
sebelumnya Zoya memberikan tempat pensil pada Natasha. Ternyata itu tempat
pensil ajaib, jika menggunakannya dengan benar tempat pensil itu akan
memberikan apa yang diminta. Natasha adalah anak yang tidak serakah. Ia hanya
minta mesin cuci untuk ibu memulai usaha laundry dan tempat usaha laundry ibu.
Zoya mengabulkan permintaan Natasha. Rumah di tepi jalan raya dekat dengan
sekolah Natasha dan Anissa jadi milik mereka. Entah bagimana cara Zoya
membelinya. Yang Natasha tahu ibu dapat bekerja di rumah dan mereka tak lagi
kelaparan. Setelah itu tempat pensil Zoya hilang entah kemana. Natasha tak
mempersoalkan, dia dan adiknya menganggap semua adalah bantuan dari Tuhan untuk
keluarganya, dan mereka bersyukur atas semua yang diberikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar